Keinginan jadi pengusaha acapkali terhambat oleh keluarga sendiri. Termasuk orang tua yang lebih suka anaknya jadi pegawai saja.
Tantangan menjadi pengusaha tidak hanya sekedar masalah modal ataupun pemasaran, tapi juga ketika ada pertentangan dari orang tua.
Masih banyak diantara orang tua yang lebih menyukai dan mendorong anaknya, baik secara langsung ataupun tidak langsung, untuk menjadi pegawai ketimbang mengambil jalur kewirausahaan.
Bagi seorang anak, pertentangan yang demikian bisa menjadi sesuatu hal yang dilematis. Terlebih bila orang tua memandang keinginan kita tersebut sebagai tindakan yang hanya akan menyia-nyiakan pengorbanan mereka.
“Sudah disekolahin mahal-mahal”, “Tidak tahu terima kasih”, dan “Bikin malu aja”, adalah kalimat-kalimat yang mungkin terucap ataupun tersirat dari keberatan mereka.
Lalu bagaimana sebaiknya kita menghadapi hal yang seperti ini? Berikut beberapa tips yang bisa dilakukan ketika dihadapkan oleh pertentangan dari orang tua:
1. Doa
Sebelum mengutarakan keinginan kita kepada orang tua, panjatkanlah doa kepada Allah untuk diberi kemudahan.
Shalat sunnah dua raka’at dan jaga wudhu kita terlebih dahulu, dan baru setelah itu kita menghadap ke orang tua.
Doa merupakan pintu pembuka menuju perubahan dan disukai oleh Allah. Manfaatkanlah kekuatan doa untuk melakukan perubahan.
Termasuk untuk melembutkan hati-hati orang tua kita agar bisa memahami keinginan kita menjadi pengusaha.
2. Yakinkan Diri Sendiri
Yakinkanlah diri kita sendiri bahwa jalur kewirausahaan merupakan jalur pilihan yang akan ditempuh. Apapun resikonya.
Akan terasa lebih sulit apabila kita sendiri belum sepenuhnya yakin.
Mungkin ada rasa takut hidup akan menjadi susah, gagal, dan sebagainya. Itu wajar-wajar saja. Tapi janganlah kita ragu untuk menjalaninya, karena itu semua adalah proses pembelajaran menuju kesuksesan dalam berwirausaha.
Tak mengapa kita merasa takut, tapi sebisa mungkin hilangkan keraguan untuk melangkah di jalur kewirausahaan.
3. Tetap Perlakukan Orang Tua Dengan Baik
Meskipun berseberangan pandangan, kita tetap berkewajiban untuk memperlakukan mereka dengan baik.
Hormati dan sayangi mereka, dan tetap tunjukan bakti kita sebagai seorang anak.
Sampaikan alasan dan argumentasi kita dengan santun.
Kita mungkin perlu mengalah terlebih dahulu dan memerlukan beberapa kali diskusi sebelum mereka bisa menerima keputusan kita tersebut.
4. Jangan Pusing Dicap Melawan Orang Tua
Ada kalanya orang tua menggunakan jurus “anak durhaka” atau “melawan orang tua” untuk membuat anaknya nurut dengan kemauan mereka.
Jika ini sampai terjadi, saya berpendapat, kita tak perlu terlalu pusing dengan kalimat-kalimat yang demikian. Karena apa yang kita lakukan bukanlah sesuatu yang bisa dikategorikan sebagai pelanggaran aturan ataupun norma agama.
Yang kita lakukan semata-mata adalah memilih cara untuk menjemput rezeki yang halal, dan sekaligus untuk menjadi manusia yang bisa memberikan banyak manfaat kepada orang lain (membuka lapangan pekerjaan).
Bukankah sebaik-baiknya rezeki adalah yang diraih dari kedua tangan kita sendiri? Dan bukankah sebaik-baiknya manusia adalah yang bisa bermanfaat bagi orang lain? Nah, dengan berwirausaha maka kita bisa mendapatkan keduanya dengan lebih mudah, Insha Allah.
5. Melepaskan Ketergantungan Kepada Orang Tua
Ambilah langkah-langkah konkrit untuk melepaskan ketergantungan kepada orang tua.
Bukan berarti langsung mengambil langkah drastis, tapi ambilah tindakan-tindakan yang secara pasti mengurangi ketergantungan kita kepada mereka.
Kurangi beban mereka dengan turut serta dalam membayar tagihan-tagihan yang rutin dikeluarkan setiap bulan, seperti listrik, air, internet, dan sebagainya. Bahkan kalau mampu, kita ambil alih pembayaran gaji pembantu. Hitung-hitung sebagai latihan.
Dengan begitu, kita akan menujukkan kepada mereka bahwa pengusaha juga bisa hidup mandiri dan mapan.
6. Taklukan Gengsi
Cita-cita menjadi pengusaha akan terlihat setengah-setengah kalau kita masih terlalu banyak gengsinya, dan orang tua mungkin saja melihat ini sebagai alasan untuk malas bekerja.
Saat ini sayangnya masih lebih banyak orang yang lebih memaklumi kalau kita menjadi pegawai rendahan sebagai langkah awal dalam berkarir dan memandang sebelah mata pengusaha yang mulai dari nol.
Padahal kalau dipikirkan, pengusaha yang mulai dari nol sekalipun, sebenarnya tidak lebih jelek dari pegawai. Hanya beda dalam memilih jalur karir.
Bahkan menurut saya lebih baik, karena sudah berani mengambil keputusan untuk menjadi manusia yang tangannya berada di atas.
Oleh karenanya, taklukanlah gengsi, terutama ketakutan dipandang remeh orang lain, termasuk oleh orang tua sendiri.
7. Merubah Persepsi Tentang Rezeki dan Prasangka Baik Terhadap Allah
Urusan rezeki sudah tertulis takarannya semenjak usia kita baru empat bulan dalam kandungan.
Sehingga apapun yang kita lakukan untuk mendapatkannya, jumlah yang rezeki kita terima akan tetap mengaju kepada takaran yang sudah ditetapkan tersebut.
Perubahan pada takaran rezeki dapat saja terjadi jika Allah menghendaki, namun hal itu bergantung pada amalan-amalan yang kita lakukan. Dan jalur kewirausahaan merupakan salah satu jalur tercepat untuk mengubah takaran rezeki.
Karena dengan berwirausaha, maka akan memudahkan kita untuk lebih banyak bersedekah, memberi manfaat, dan mensyukuri nikmat-Nya. Ibaratnya, jalur kewirausahaan merupakan lajur ekspres menuju perubahan rezeki.
Untuk itu, yakinkanlah diri kita sendiri bahwa Allah hanya memberikan yang terbaik untuk hambanya. Termasuk masalah rezeki.
Karena kalau kita sudah yakin soal pengaturan rezeki, maka keberatan orang tua soal kita jadi pengusaha, menjadi tidak valid lagi.
- - -
Masih banyak diantara orang tua yang lebih menyukai dan mendorong anaknya, baik secara langsung ataupun tidak langsung, untuk menjadi pegawai ketimbang mengambil jalur kewirausahaan.
Meskipun begitu, kondisi seperti ini tidak perlu dijadikan momok yang menyurutkan niat kita menjadi untuk berwirausaha.
Dengan doa, ikhtiar, dan prasangka baik kepada Allah, semua itu akan dapat dilalui dan cita-cita menjadi pengusaha pun bisa menjadi kenyataan, Insha Allah.
Semangat! :)
Source : http://www.kompasiana.com/adityafajar