News Update :

Menulis dengan Keikhlasan

Bagi penulis pemula seperti saya, iri rasanya melihat banyak sahabat yang sangat produktif menghasilkan tulisan di Kompasiana. Banyak diantaranya yang masih muda, namun ada beberapa yang sudah berumur. Sebenarnya rasa iri ini berawal dari prestasi tulisan mereka. Seberapa sering tulisan mereka muncul di kolom terekomendasi dan Headline.

Saya berpikir bagaimana bisa mereka sangat produktif, tidak hanya dari segi kuantitas tulisan, namun dari segi kualitas. Yang saya perhatikan sepintas adalah semakin hebat penulisnya semakin banyak tulisannya.

kipord:
Online,bisnis, bisnis online, busana, wanita, wanita ,tubuh, keluarga,sex, website,kesehatan,baju anak anak, bank, online, bisnis,busana, dinas, wanita, kesehatan, sex, keuarga, online, bisnis, bisnis online.


Kemudian pikiran ini juga bergumam tentang bagaimana mereka mengatur waktu di tengah kesibukan untuk menghasilkan tulisan-tulisan itu. Mereka sibuk tapi juga produktif. Sempat juga terpikir apakah mereka tidak pernah tidur,tidak pernah bergaul,tidak pernah bertetangga,tidak pernah ngobrol dengan istri atau anak, tidak pernah datang rapat RT, tidak pernah datang pengajian atau acara keagamaan, tidak pernah nonton TV, tidak pernah kerja pulang malam, atau apakah memang mereka kerjaannya hanya menulis.

Tentunya munculnya pikiran-pikiran di atas berawal dari pengalaman pribadi. Faktanya memang untuk menghasilkan suatu tulisan sekitar 700 – 800 kata, saya membutuhkan waktu sekitar 1.5 jam, belum termasuk mengedit. Sahabat Kompasiana Ariyani pernah mengomentari tulisan saya, karena di posting-an tertulis jam dari mulai sampai selesai menulis. Saya katakan padanya agar bisa menaksir kebutuhan waktu yang digunakan.

Maklum saya bekerja di sebuah perusahaan manufaktur, jadi time study sungguh hal yang tidak bisa ditawar. Kalau saya tidak bisa menaksir alokasi waktu maka aktifitas yang lain akan terbengkalai.Proper Prior Planning Prevent Poor Performance.

Kemudian saya berpikir lagi. Buat tulisan kok disamakan dengan buat barang pabrikan. Yang bener aja. Tulisan itu kan butuh olah rasa,olah pikir,olah jiwa yang produknya adalah olah kata.Namun itulah yang sekarang mampu saya lakukan. Terbiasa melakukan T & A alias Time and Action, kapan harus melakukan apa berdasarkan kronologi waktu.

Misalnya jam 19.00 pulang kantor, sampai rumah jam 19.40 ( jarak 15 km 45 menit, bisa pasti, tidak seperti Jakarta).Kemudian jemput anak yang saya titipkan di rumah adik, sekalian tetek bengeknya, masuk rumah sekitar pukul 21.OO. Terus mandi mandi,makan, dan lain sebagainya sampai jam 22.OO. Praktis setelah itu baru saya punya waktu senggang. Kalau anak belum tidur minta main-main, bercengkrama, bisa molor lagi. Jam 23.OO baru ada waktu luang. Kalau mau menulis, ya itulah saatnya. Ini tidak termasuk ngobrol santai dengan istri. Belum lagi kalau ada acara-acara seperti undangan pengajian, atau rapat RT, jadwal menulis pasti bablas.

Singkatnya buat saya pribadi,untuk menghasilkan suatu tulisan itu memang memerlukan proses yang panjang,di sela-sela padatnya aktifitas. Maka dari itu saya iri melihat sahabat-sahabat kompasiana yang produktif menulis dengan kualitas bagus. How did you do that? Tell me please?

Saya bergabung dengan kompasiana sejak Oktober 2011. Baru tulisan 20 yang saya hasilkan.Prestasi terbaik adalah terekomendasi (saya harus menghargai jerih payah saya sendiri,dengan mengatakannya prestasi). Itu terjadi setelah saya menulis 18 kali.

Jujur, saya bangga ketika itu. Tulisan saya bertengger 24 jam di halaman highlight dan terekomendasi. Kalau dilihat rata-ratanya, saya hanya menulis kurang lebih 1 tulisan per minggu,kurang memang kalau mau jadi penulis beneran.

Ketika awal menulis saya berpikir muluk-muluk bahwa ketika posting haruslah topik yang menarik,unik dan berharap dikomentari banyak orang.

Belakangan saya menyadari bahwa pendapat di atas salah. Untuk bisa terus berkarya saya harus menulis dengan keikhlasan. Seperti apa sih ikhlas ? Salah satunya tidak berpamrih,…. bakal ada yang berkomentar atau tidak, yang penting menulis. Apakah topik saya menarik atau tidak, itu masalah selera. Syukur bisa bermanfaat buat orang lain, minimal untuk diri kita sendiri.

Just write,edit, and post dude !. Seperti kata Samuel Johnson Nothing will ever be attempted if all possible objections must be first overcome. Kalau semua tetek bengek kita pikirkan sekarang malah nanti gak jadi bertindak. Semuanya hanya pada tataran mind dan tidak mengejawantah dalam tataran action. Ini opini saya lho…bisa berbeda dengan pendapat sahabat.

Lha perasaannya gimana kalau ada yang berkomentar. Ya tentu saja senang, manusiawi. Komentar adalah suatu bentuk apresiasi atas karya kita. Munafik kalau saya tidak butuh komentar. Lha kalau tulisan ini jelek, masak mau dipublikasikan ? Gimana sih, pikiran saya menukas lagi, bukannya Sayyid Qutub pernah berkata satu peluru hanya menembus satu kepala, tetapi satu tulisan bisa menembus jutaan kepala. Saya dapat kata-kata ini dari satu tulisan Kompasioner Mas A. Dardiri Zubairi. Kembali ke peluru dan kepala tadi, lha kalau jelek di satu kepala belum tentu jelek di ribuan kepala yang lain. Yakinilah ada yang unik dari tulisan kita. Seperti halnya keunikan diri kita yang tidak dimiliki oleh makhluk manapun di bumi ini..

Jujur, saya butuh mentor yang bisa membimbing saya. Deep down inside saya ingin dikritik. Agar tulisan saya bisa lebih bagus. Setelah menulis 20 tulisan, sekalipun saya tidak pernah dikritik atau diberi masukan oleh kompasioner. Bukankah penulis adalah pelayan dari pembacanya?…Ya kalau begitu berarti kita harus bilang ke pembaca..your wish is my command he….he.. Oleh karena itu masukan dan kritik itu penting dalam kreatifitas menulis.

Kepengen dikritik, akhirnya suatu ketika saya mencetak tulisan, kemudian minta agar beberapa teman sekantor mengkritik. Saya mendapat masukan dengan cara ini, mulai dari diksi,kohesi kalimat, tema dan lain lain. Mereka bukan penulis tapi pikiran mereka adalah gambaran pembaca pada umumnya.

Melihat penulis-penulis handal di kompasiana ini saya teringat ketika latihan pingpong waktu SD.

Saya gemar bermain tenis meja.Ketika SD dulu saya pernah mengikuti klub tenis meja. Dalam latihan dua hari sekali saya dilatih melakukan gerakan yang mewakili tiap – tiap jenis pukulan. Antara lain pukulan forehand,backhand, dan spin.

Pelatih mempunyai metode untuk penguasaan tiap-tiap jenis pukulan. Caranya, melakukan masing-masing pukulan dalam kurun waktu tertentu secara konsisten. Artinya pada waktu tertentu, misalnya 30-45 menit, saya dan pelatih melakukan sparing dengan melakukan pukulan forehand terlebih dahulu. Forehand dilakukan terus menerus sampai bola mati, diulangi lagi sampai 30-45 menit. Jadi bola pingpong diarahkan ke sebelah kanan, saya dan pelatih melakukan pukulan forehand secara bergantian.

Setelah selesai pukulan forehand , dengan pola yang sama berulang dengan rentang waktu yang sama, maka latihan beralih ke pukulan backhand dan dan seterusnya ke pukulan samapai spin.

Dan hasilnya ketika berada dalam permainan yang sesungguhnya, ketika ada kesempatan , tangan saya secara otomatis bergerak untuk melakukan pukulan forehand,backhand, dan spin.

Pelatih memprogram latihan mulai dari yang paling mudah forehand dilanjutkan backhand, sampai ke jenis pukulan yang tersulit spin.

Terkait dengan tulisan, setelah saya amati, memang butuh latihan yang berulang ulang. Penulis yang karyanya dibaca banyak orang di ajang kompasiana ini adalah yang sering menulis. Pikir saya, penulis-penulis hebat itu sudah seperti gerakan reflek ketika merangkai kata, karena sudah terlatih dan melakukannya berulang-ulang. Nah seperti pingpong tadi memang saya butuh sparing partner, saya butuh latihan berulang-ulang. Siapa sparing partner itu ? Ya sahabat-sahabat kompasiana yang rajin menulis. Sahabat semua adalah sparing partner dan guru saya.

Terima Kasih Atas Persahabatannya,please help me to write better.

Selamat Malam.

Ditulis Rikho Kusworo Mulai Jam 19.00-20.13.

Source : http://www.kompasiana.com/rikho
Share this Article on :
 

© Copyright Sharing Connecting 2010 -2011 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.